Senin, 15 April 2013

Proposal Ngawuuuuurrrr haha



FENOMENA ANAK HASIL KLONING DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN FIQIH KONTEMPORER
A.    Latar Belakang
Dengan bartambahnya hari, minggu, bulan dan tahun, keahlian manusia semakin bertambah dan ide-ide baru selalu bermunculan, seakan-akan otak manusia tidak pernah mati. Teknologi barupun banyak bermunculan, yang awalnya hanyalah hayalan belaka dengan adanya teknologi yang super canggih sekarang semuanya seakan-akan mungkin terjadi. Begitu juga dengan penciptaan manusia atau penggandaan manusia, pada awalnya rekayasa genetika ini hanya bisa dilakukan pada hewan dan tumbuhan, namun saat ini manusia juga bisa digandakan dengan pengambilan sel pada tubuh manusia yang akan digandakan. Hal inilah yang dinamakan dengan kloning.
Pada dasarnya istilah loning atau klonasi berasal dari kata clone (bahasa Greek) atau klona, yang secara harfiah berarti potongan/pangkasan[1]. Sedangkan secara terperinci kloning adalah suatu cara perkembangbiakan makhluk hidup untuk mendapatkan individu baru atau anak yang persis sama dengan induknya tanpa melalui proses pembuahan atau peleburan gamet, hal ini secara lumrah berbeda dengan proses perkembangbiakan pada makhluk hidup semestinya. Karena tidak melalui proses pembuahan antara induk dan pejantan, namun melalui rekayasa genetika[2]. Pada proses ini hasil kloning tidak selamanya berhasil, tidak sedikit proses kloning yang mengalami kegagalan total. Namun demikian, telah banyak pula anak hasil kloning walaupun hanya minoritas. Salah satunya adalah perusahaan Bioteknologi di Bahama, sukses menghasilkan manusia kloning pertama di dunia dengan lahirnya Eve, 26 Desember 2002 lalu. Eve merupakan bayi pertama yang lahir dari 10 implantasi yang dilakukan Clonaid tahun 2002[3].
Sedangkan jika ditinjau dari segi agama, pada dasarnya hukum kloning adalah boleh (mubah) asalkan kloning tersebut dilakukan kepada hewan atau pada tumbuh-tumbuhan sebagaimana yang telah disebutkan dalam Qs. Al-Baqarah: 29 yang berbunyi:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاء فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ -٢٩-
Artinya:“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.”(Qs. Al-Baqarah: 29)[4]
Ayat di atas menjelaskan bahwa semua ciptaan Allah adalah untuk kemaslahatan ummat, namun ayat ini masih bersifat ‘Amm dan di Khaskan dengan surat Al-Baqarah: 219 yang berbunyi:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبيِّنُ اللّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ -٢١٩-
Artinya:”Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, “Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah Menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan”. (Qs. Al-Baqarah: 219)[5]
Jika dilihat sekilas memang ayat ini berisi tentang pengharaman terhadap minuman yang memabukkan dan judi, namun jika lebih diperhatikan lagi, ayat ini merupakan penghususan terhadap Qs. Al-Baqarah:29, yakni semuanya yang diciptakan oleh Allah adalah untuk kemaslahatan umat kecuali yang “besar dosanya dan kecil manfaatnya” hal ini juga telah dibahas di qawaid fiqhiyyah الأصل في الأشياء الإباحة حتى يدل الدليل على التحريم “Hukum asal dari sesuatu adalah boleh, sampai ada dalil yang menunjukkan atas keharamannya”.[6]
Melihat dari pembahasan di atas, masalah ini (kloning terhadap manusia) hukumnya menjadi haram karena besar dosanya (besar mudharatnya) dan sedikit manfaatnya serta telah menyalahi kodrat Allah yang menciptakan manusia berpasang-pasangan, hal ini disebutkan dalam QS. An-Najm:45-46 yang berbunyi:
وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنثَى -٤٥- مِن نُّطْفَةٍ إِذَا تُمْنَى -٤٦-
Artinya:” 45. Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita. 46. Dari air mani, apabila dipancarkan.”(QS. An-Najm: 45-46)[7]
Dari ayat di ini sudahlah jelas bahwa Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan agar memperoleh keturunan. Namun jika kelak kloning berkembang makin maju, akan banyak kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, seperti makin berkembang pula pernikahan sejenis (homo dan lesbi), hilangnya hukum variasi di alam raya, kerancuan hubungan antara orang yang dikloning dengan orang hasil kloningnya, terjangkitnya penyakit dari orang yang diklonung terhadap orang hasil kloningnya serta masih banyak lagi kemungkinan-kemungkinan yang melenceng dari yang telah ditentukan oleh Agama seolah-olah kloning akan menghapus kodrat dari manusia sendiri, yaitu tercipta dengan berpasang-pasangan (na’udzubillahi min dzalik).
Tapi kita juga tidak bisa memungkiri dengan adanya anak hasil kloning tersebut. Maka, butuh ketegasan hukum pada anak-anak ini nantinya seperti nasab dan perwalian ataupun hak kewarisan mereka karena bagaimanapun mereka juga bisa dijatuhi hukum serta memiliki hak dan kewajiban sebagaimana yang telah Allah jatuhkan pula kepada anak-anak atau manusia pada umumnya.
Berangkat dari hal inilah kemudian penulis merasa tertarik dan tergerak untuk mengangkat judul “Fenomena Anak Hasil Kloning Dalam Tinjauan Hukum Islam
B.     Rumusan Masalah
Setelah melihat latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang penulis ambil adalah:
1.      Bagaimana perwalian dari anak hasil kloning dalam hukum Islam dan Fiqh Kontemporer.
2.      Bagaimana hak waris bagi anak hasil kloning dalam hukum Islam dan Fiqh Kontemporer.
C.    Batasan Permasalahan
Untuk memudahkan peneliti dalam meneliti dan untuk menghindari perbedaan serta melebarnya permasalahan pada penelitian ini, maka perlu diberi batasan masalah, penelitian ini hanya akan membahas tentang perwalian serta hak-hak kewarisan dari anak hasil kloning menurut pandangan para ulama kontemporer serta mengkorelasikan dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits.
D.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah jawaban-jawaban dari rumusan masalah yang ada di atas, yaitu untuk:
1.      Mengetahui perwalian dari anak hasil kloning dalam hukum Islam dan Fiqh Kontemporer.
2.      Mengetahui hak waris dari anak hasil kloning dalam hukum Islam dan Fiqh Kontemporer.
E.     Manfaat Penelitian
1.      Secara teoritis dapat dijadikan hipotesa bagi penulisan selanjutnya yang relevan dengan tulisan ini, memberikan kontribusi dalam khazanah pemikiran hukum Islam terutama persoalan koning yang terjadi di akhir-akhir ini
2.      Secara praktis sebagai persyaratan untuk diajukan dalam memenuhi tugas ujian akhir semester tahun akademik 2012-2013 mata kuliah Metodologi Penelitian.
F.     Tinjauan Pustaka
1.      Penelitian Terdahulu
Judul yang peneliti angkat pada proposal penelitian ini, “Fenomena Anak Hasil Kloning Dalam Tinjauan Hukum Islam Dan Fiqih Kontemporer” sesungguhnya mengandung variabel yang menarik untuk ditelaah apakah tema atau topik yang sama sudah pernah diteliti sebelumnya apa belum.
Dari hasil pencarian ini, memang ditemukan topik yang sama dengan topik yang peneliti angkat. Namun juga ada beberapa judul skripsi yang memiliki tema yang tidak jauh berbeda ketika kita melihat pada variabel diatas, yakni seputar fenomena kloning manusia.
Berikut peneliti paparkan hasil penelitian yang berkorelasi dengan judul diatas:
Tertulis dalam kesimpulan penelitian oleh Siti Khofshoh (2009) dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Waris Anak Hasil Kloning”. Penelitian ini memaparkan bahwa kloning dengan sel somatik donor dalam hukum Islam berakibat pada tidak adanya hubungan nasab anak dengan inti sel (ayah biologis), sehingga hak kewarisan anak yang dilahirkan tersebut hilang/tidak ada, karena pertemuan antara sel telur dengan inti sel donor tidak diikat oleh pernikahan yang sah. Adapun waris untuk anak tersebut hanya mendapat dari pihak ibu saja, sebagaimana kewarisan anak luar nikah atau anak zina.[8]      
            Choirul Anam (2010) memberi kesimpulan dalam penelitianya yang diberi judul “Kewarisan Anak Hasil Inseminasi Buatan Dan Akibat Hukum  Terhadap Kewarisan Anaknya, Kajian Antara Hukum Islam Dan Hukum Positif”. Penelitian ini memaparkan bahwa anak yang lahir melalui rahim wanita lain (ibu pengganti) yang bukan ovumnya jika ditinjau dari konsep Islam, maka anak tersebut adalah milik ibu yang melahirkan, masalah kenasaban anak tersebut dinasabkan kepada ibu yang mengandung dan melahirkanya, begitu juga dalam hal kewarisanya, anak tersebut bisa mewarisi dari ibu yang melahirkanya dan keduanya bisa saling mewarisi. Sedangkan dalam hukum positif hubungan darah antara anak hasil inseminasi buatan melalui titip rahim dengan perempuan yang melahirkan terputus, dan masalah kewarisanya beralih kepada orang yang mempunyai sperma dan sel telur. Hal ini tidak lepas dari perjanjian yang telah disepakati dari kedua belah pihak.[9]
            Dari dua penelitian diatas terdapat perbedaan dengan penelitian yang sekarang. Penelitian yang pertama memaparkan tentang pewarisan bagi anak hasil kloning, namun dalam skripsinya penulis hanya membahas tentang hak warisnya saja. Penelitian yang kedua memaparkan bahwa anak yang lahir melalui rahim wanita lain yang bukan ovumnya jika ditinjau dari konsep Islam status kenasabanya diikutkan kepada ibu yang mengandung dan melahirkan, serta dalam hal kewarisan anak tersebut bisa mewarisi dari ibu yang melahirkan. Sedangkan dalam konsep hukum positif hubungan anak tersebut putus dari ibu yang melahirkanya, dan masalah kewarisan beralih kepada orang yang mempunyai sperma dan sel telur.
            Adapun dalam penelitian sekarang ini belum dibahas oleh penelitian sebelumnya, yakni masalah yang melingkupi tentang anak hasil kloning dalam hukum perspektif  Islam dan fiqih kontemporer, yang melingkupi perwalian dan hak waris. Akan tetapi mempunyai titik permasalahan yang sama yakni dalam
a.      Terminologi Kloning Manusia
Kloning secara umum adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya pada mahluk hidup tertentu baik berupa tumbuhan, hewan maupun manusia.
Sedangkan kloning manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya yang berupa manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengambil sel tubuh (sel somatik) dari tubuh manusia, kemudian diambil inti selnya (nukleusnya), dan selanjutnya ditanamkan pada sel telur (ovum) wanita –yang telah dihilangkan inti selnya- dengan suatu metode yang mirip dengan proses pembuahan atau inseminasi buatan. Dengan metode semacam itu, kloning manusia dilaksanakan  dengan cara mengambil inti sel dari tubuh seseorang, lalu dimasukkan ke dalam sel telur yang diambil dari seorang perempuan. Lalu dengan bantuan cairan kimiawi husus dan kejutan arus listrik, inti sel digabungkan dengan sel telur. Setelah proses penggabungan ini terjadi, sel telur yang telah bercampurdenga inti sel tersebut ditransfer ke dalam rahim seorang perempuan, agar dapat memperbanyak diri, berkembang, berdiferensiasi, dan berubah menjadi janin sempurna. Setelah itu keturunan yang dihasilkan dapat dilahirkan secara alami, keturunan ini akan berkode genetik sama dengann induknya yakni orang yang menjadi sumber inti sel tubuh yang tubuh yang telah ditanamkan pada sel telur perempuan.[10]
b.      Mafsadah Kloning
Sebelum membahas mafsadah dari kloning, sebenarnya ada sedikit manfaat dari kloning yang perlu dipaparkan. Adapun manfaat-manfaat tersebut adalah rekayasa genetik lebih efisien dan manusia tidak perlu khawatir akan kekurangan organ tubuh pengganti (jika memerlukan) yang biasa diperoleh melalui donor, dengan kloning ia tidak akan lagi merasa kekurangan ginjal, hati, jantung, darah, dan sebagainya, karena ia bisa mendapatkannya dari manusia hasil teknologi kloning.
Dan mafsadah dari kloning lebih banyak dari pada manfaat (mshlahah), diantaranya:
1)      Kloning dianggap melawan kodrat
Jika manusia dilahirkan dari kloning ia akan mengesampingkan peranan agama, sebab harkat dan martabat manusia akan diuji, wanita bisa saja menghasilkan keturunan tanpa harus melakukan perkawinan dengan laki-laki. Peranan laki-laki dalam hal ini akan dikesampingkan, ia menjadi tidak penting dalam hal keturunan. Peranannya bagi wanita mungkin hanya sebatas mitra dalam aktivitas seksual saja. Apabila hal ini terjadi, secara moral apapun sulit sekali untuk dipertanggung jawabkan karena perzinahan akan semakin merajalela.
2)      Kloning dapat melahirkan dominasi manusia tertentu
Hal yang jauh lebih mengerikan jika kloning ini diselewengkan untuk melahirkan dominasi ras manusia berkarakter tertentu, seperti cerdas, cantik, kuat perkasa, kejam atau sifat-sifat lain yang bisa merusak tatanan sosial seperti: kecemburuan sosial, penjajahan, perbudakan, wanita lacur dan semacamnya. Tentu akan sangat membahayakan bagi kehidupan umat manusia.[11]
3)      Kloning manusia akan menghilangkan nasab (garis keturunan)
Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab, dengan adanya kloning sel-sel tubuh akan diambil dari laki-laki dan perempuanyang mempunyai sifat-sifat yang diinginkan dan sel-sel telur juga akan diambil dari perempuan-perempuan terpilih, yang mempunyai sifat keunggulan. Semua ini akan mengakibatkan hilangnya nasab dan bercampur aduknya nasab.[12]
4)      Peranan agama semakin berkurang
Hal ini disebabkan karena kodrat manusia sudah dilanggar, orang tidak lagi menggantungkan nasib pada Tuhan pencipta, tetapi pada bulan itu sendiri. Fisik maupun mental bisa direkayasa atau dalam bahasa bombastis adalah bisa direnovasi. Pada akhirnya, manusia lupa pada dirinya dan tujuan hidupnya yakni hanya mengabdi, menyembah, dan tunduk kepada Allah SWT semata.
c.       Pengertian Waris
Waris atau pewarisan adalah proses pemindahan harta yang dimiliki seseorang yang sudah meninggal kepada pihak penerima waris yang jumlah dan ukuran bagian yang diterimanya telah ditentukan dalam mekanisme wasiat atau jika tidak ada wasiat maka penentuan pihak penerima, jumlah dan ukuran bagiannya ditentukan dalam mekanisme pembagian warisan. Prioritas utama dalam masalah ini terletak pada wasiat, yaitu adakalanya pewaris sudah menentukan wasiat sebelum ia meninggal dengan menyerahkan seluruh hartanya kepada karib kerabatnya setelah ia meninggal dunia,[13] hal ini juga sesuai dengan firman Allah yang memberlakukan hukum waris terjadi setelah dilaksanakan wasiat si mayat dan terbayar hutang-hutangnya. Qs. An-Nisa:12
…..مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَآرٍّ وَصِيَّةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ -١٢-
“…..sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris), (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah dan Allah maha mengetahui lagi maha penyantun” (QS. An-Nisa’: 12)[14]
Adakalanya juga ia tidak menulis surat wasiat sebelum kematiannya, sehingga ia tidak meninggalkan wasiat apapun, maka Allah mengambil alih pembagian ini dengan memasukkannya dalam mekanisme hukum waris dan menentukan seluruh pihak yang terlibat di dalamnya, baik terkait kalangan pihak penerima warisan maupun bagian harta yang diterima masing-masing dari mereka.
d.      Mekanisme Pembagian Harta Waris bagi Keluarga Menurut Garis Asal
Dalam Qs. An-Nisa’: 11 sebagai ganti wasiat (yang tidak ditentukan oleh orang yang sudah meninggal):
يُوصِيكُمُ اللّهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ فَإِن كُنَّ نِسَاء فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِن كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِن كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلأُمِّهِ السُّدُسُ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَآؤُكُمْ وَأَبناؤُكُمْ لاَ تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعاً فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلِيما حَكِيماً -١١-[15]
Setelah memperhatikan pada awal bagian ayat tersebut terdapat pembahasan tentang keluarga menurut garis cabang. Pada kata abaukum wa abnaukum la tadruna ayyuhum aqrabu lakum naf’an, Muhammad Shahrur dalam bukunya yang berjudul Metodologi Fiqih Islam Kontemporer berpendapat bahwa ayat ini berbicara tentang keluarga menurut garis keturunan asal (bapak-ibu ke atas, kakek-nenek), ayat ini juga membicarakan keluarga menurut garis keturunan cabang (anak-anak ke bawah, cucu dan seterusnya) atau yang tercakup dalam abnaukum. Pewaris yang dicakup oleh redaksi ayat “abnaukum” bukan hanya anak kandung secara langsung tetapi terkadang juga meliputi cucu (abnau al-ibni)[16]
e.       Karakteristik dan Sebab-Sebab Timbulnya Fiqih Kontemporer
Dimulai pada pasca keruntuhan Bagdad oleh pasukan Tatar (656 H) sampai saat ini, merupakan periode mengentalnya taklid mazhab-madzhab dan geliat fiqih kontemporer yang meriset fiqih klasik dan kekinian dengan manhaj studi komparatif.
Para ulama saat ini menyadari akan pentingnya fiqih Islam, dalam menyelesaikan permasalahan umat manusia jaman ini. Karena hal ini juga dapat membuktikan kepada umat manusia, bahwa syari'at Islam itu integral dan selalu relevan dengan jamannya.
Fiqih yang dibutuhkan saat ini selalu berkaitan erat dengan objek yang dihadapinya, artinya fiqih beserta perangkat-perangkat istinbath hukumnya selalu mengenal objek ijtihad dengan bantuan ilmu-ilmu lainnya. Seperti dalam membahas hukum menambal selaput dara atau kloning, mengganti kelamin fiqih tidak dapat menghukuminya tanpa memahami objek dengan bantuan ilmu kedokteran, atau fiqih hendak merumuskan hak-hak asasi manusia yang dimana hal ini mesti memahami dahulu objek dengan kaca mata sosiologi, psikologi atau antrophology.
Fiqih saat ini selalu menghadirkan penyampaian keputusan hukum yang lunak, agar umat tidak serta-merta melarikan diri dengan alasan memberatkan. Hal ini telah diusung oleh DR. Yusuf Qardhawi dengan mengemas fiqih dalam bentuk Fiqhul Aulawiyat (Fiqih Prioritas), dimana beliau mengawali sistematika fiqih dengan pembahasan sosial kemasyarakatan. Dan fiqih selalu melanjutkan pembahasan yang mencakup sosial kemasyarakatan dan politik.[17]
G.    Metode Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Bila dilihat dari tema kloning yang diangkat, yang sumbernya berasal dari buku-buku masail fiqhiyah dan karya ilmiah lainya maka penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian yuridis-normatif atau penelitian hukum doktrinal. Dalam penelitian hukum jenis ini, hukum acapkali dikonsepkan sebagai apa yang tertulis sebagai peraturan perundang-undangan (law in books) atau sebagai kaidah yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas. [18]
2.      Pendekatan
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif berdasarkan analisa datanya yang bersifat deskriptif.[19]
3.      Metode Pengumpulan Data
Dikarenakan penelitian ini berupa penelitian kepustakaan (library research), maka langkah-langkah yang harus ditempuh dalam teknik pengumpulan data adalah: mencari dan menemukan data-data yang berkaitan dengan pokok permasalahan,  membaca dan meneliti data-data yang didapat untuk memperoleh data yang lengkap sekaligus terjamin dan mencatat data secara sistematis dan konsisten.
4.      Jenis Sumber Data
Pada penelitian hukum normatif yang hanya mengenal data sekunder saja, jenis data pada penelitian ini  adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
a.       Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti al-Qur’an, hadis, dan fiqih kontemporer
b.      Bahan Hukum Sekunder ialah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, atau bahan pustaka yang mengacu atau mengutip bahan hukum primer.  Bahan hukum tersebut antara lain: Nalar Fiqih Kontemporer, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, Masail Fiqhiyah, Mercy Killing (Kematian Medis), Beberapa Problem Kontemporer dalam Pendangan Islam.
c.       Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus dan ensiklopedia. Dalam penelitian ini bahan hukum tersier adalah ensiklopedi hukum Islam.
5.      Metode Analisa Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis, di mana permasalahan akan dipaparkan secara detail, kemudian diadakan analisis isi dan analisis kritis, terhadap berbagai aspek yang dapat memberikan penjelasan atau jawaban permasalahan yang dikemukakan di atas.

H.    Sistematika Penulisan
Penulisan laporan penelitian ini diorganisasi dalam enam bab. Bab-bab tersebut memiliki tekanan masing-masing sebagaimana diuraikan sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan. Bab ini memuat beberapa elemen dasar penelitian ini, antara lain latar belakang yang memberikan landasan berpikir pentingnya penelitian ini, permasalahan yang menjadi fokus penelitian, tujuan penelitian yang dirangkaikan dengan manfaat penelitian, tinjauan pustaka yang menunjukan berbagai penelitian tentang kloning, dan sistematika laporan penelitian. Dengan mencermati bab ini, gambaran dasar dan alur penelitian akan dapat dipahami dengan jelas. Disertai dengan metode penelitian yang merupakan suatu langkah umum penelitian yang harus diperhatikan oleh penulis dan sebagai inti dari skripsi.
Bab II, pada bab ini untuk memperoleh hasil yang memuaskan peneliti memasukan kajian teori sebagai salah satu perbandingan dalam penelitian ini. Dari kajian teori diharapkan memberikan gambaran atau merumuskan suatu permasalahan yang ditemukan dalam objek penelitian yang digunakan dalam proses analisis. Bagian pertama pada bab ini mengulas masalah kloning. Pembahasan ini mengarah kepada pengertian kloning. Kemudian, bahasan berikutnya adalah tentang mafsadah dan manfaat kloning.
Setelah kajian teori diterangkan di muka,  pada Bab III ini, beranjak pada tokoh-tokoh yang masuk dalam kategori lingkaran fiqh kontemporer. Dalam kajian ini selain membahas mengenai tokoh-tokohnya juga mengulas masalah pengertian serta karakteristik fiqih kontemporer, dan dalam hal ini akan diteliti secara mendalam dengan memfokuskan pada buah-buah pikiranya tentang fiqih yang selanjutnya akan disesuaikan dengan kondisi masyarakat sekarang ini.
Bertolak dari data yang diperoleh dan diolah pada bab-bab sebelumnya, maka pada Bab IV kali ini disajikan dalam bentuk mendeskripsikan tentang “ Fenomena Anak Hasil Kloning dalam Tinjauan Hukum Islam”, baik ditilik dari segi kewarisannya maupun perwaliannya. Dalam bab ini data yang akan diolah dengan memasukkan data dan informasi yang terdapat dalam bab-bab sebelumnya, sehingga hasil yang diperoleh benar-benar akurat dan tidak diragukan lagi.
Terakhir, Bab V adalah Penutup. Bab ini merupakan bagian yang memuat dua hal dasar, yakni kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan merupakan uraian singkat tentang jawaban atas permasalahan yang disajikan dalam bentuk poin-poin tertentu. Adapun bagian rekomendasi memuat beberapa anjuran akademik baik bagi lembaga terkait maupun untuk peneliti selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA
A.    Buku dan Penelitian
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum. Cet. III. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Anam, Choirul, Kewarisan Anak Hasil Inseminasi Buatan Dan Akibat Hukum  Terhadap Kewarisan Anaknya, Kajian Antara Hukum Islam Dan Hukum Positif, Skripsi, Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2010.
Bisri, Cik Hasan, Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial.Cet. I. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Khofshoh, Siti, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Waris Anak Hasil Kloning, skripsi, Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2009.
Shahrur, Muhammad, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, Yogyakarta: Elsaq Press, 2004.
Umar, Hasbi,Nalar Fiqih Kontemporer, Jakarta: Gaung Persada Press, 2007.
Yusuf, Muhammad, Kematian Medis (Mercy Killing), Yogakarta: penerbit teras, 2009.
Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhiyah. Cet.7.  Jakarta: CV Haji Masagung, 1997.
Zallum, Abdul Qadim, Beberapa Problem Kontemporer dalam Pandangan Islam, Bangil-Jatim: Al-Izzah 1998
Al Qur’an .
B.     Website



OUTLINE
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan Penelitian
D.    Manfaat Penelitian
E.     Metode Penelitian
F.      Penelitian Terdahulu
G.    Sistematika Pembahasan
BAB II Kloning Dalam Tinjauan Hukum Islam
A.    Pengertian Kloning
B.     Mafsadah dan Manfaat Kloning dalam Tinjauan Hukum Islam
BAB III Pandangan Para Ulama Kontemporer terhadap Anak Hasil Kloning
A.    Pengertian Fiqih Kontemporee
B.     Sebab-Sebab Munculnya Fiqih Kontemporer
C.     Pendapat Para Ulama Kontemporer Mengenai Kloning
BAB IV Status Kewarisan dan Perwalian Terhadap Anak Hasil Kloning Menurut Islam dan dan Fiqh Kontemporer.
A.    Penalaran Fiqih Sebagai Solusi Atas Persoalan Kontemporer
B.     Status Perwalian Anak Hasil Kloning baik dari sel darah seorang yang telah meninggal ataupun dari seorang yang masih hidup.
C.     Sistem Kewarisan Bagi Anak Hasil Kloning baik dari sel darah seorang yang telah meninggal ataupun dari seorang yang masih hidup.
D.    Pandangan Ulama’ Kontemporer Mengenai Status Kewarisan dan Perwalian Anak Hasil Kloning Serta Ditinjau Dari Hukum Islam
BAB V PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA 






[1] http://dharwanto.blogspot.com/2012/04/kloning-dalam-perspektif-hukum-islam.html
[2] Muhammad Yusuf, Kematian Medis (Mercy Killing), (Yogyakarta:Teras, 2009), hal 255-256
[3] http://littlenancyy.blogspot.com/2012/11/anak-hasil-cloning.html
[4] QS. Al-Baqarah (2): 29
[5] QS. Al-Baqarah (2): 219
[6] A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih (Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis), (Jakarta: Kencana 2010), hal 51
[7] QS. An-Najm (53): 45-46
[8] Siti Khofsoh, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Waris Anak Hasil Kloning, Skripsi, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2009).
[9] Choirul Anam, Kewarisan Anak Hasil Inseminasi Buatan Dan Akibat Hukum  Terhadap Kewarisan Anaknya, Kajian Antara Hukum Islam Dan Hukum Positif, Skripsi, (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2010).
[10] Abdul Qadim Zallum, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam, (Bangil: Daar Al-Izzah 1998), hal 11
[11] Muhammad Yusuf, Kematian Medis (Mercy Killing), (Yogyakarta: 2009), hal 268-269
[12] Opcit, 24
[13] Muhammad Shahrur, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, (Yogyakarta: Elsaq Press 2004), 334
[14] QS. An-Nisa’ (4): 12
[15] QS. An-Nisa’ (4): 11
[16] Opcit, 380
[17]http://mufaqqih.multiply.com/journal/item/17?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
[18]Cik Hasan Bisri, Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Cet. I, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 118. 
[19] Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Cet. III, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 6.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar