Selasa, 13 November 2012

WARALABA



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada era globalisasi yang serba canggih ini, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia mengalami perubahan yang sangat dahsyat yaitu semakin meningkat, atraktif, dinamis, sangat prospektif dan penuh dengan persaingan serta tidak mengenal batas-batas wilayah dan negara.
Relasi bisnis antara daerah yang satu ke daerah yang lain mempunyai aksebilitas yang mudah terjangkau bahkan antar negara sekalipun. Karena itu persaingan bisnis di era global ini diperlukan paying hukum untuk menaungi dan melindungi semua kalangan komunitas masyarakat baik masyarakat yang terjun langsung di dunia bisnis maupun masyarakat pada umumnya. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan rasa keadilan sosial dan adanya kepastian hukum di dalam kehidupan masyarakat luas, bukan semata-mata mencari keuntungan materi belaka ( profit oriented ) tetapi ada pertanggungjawaban terhadap dampak yang ditimbulkan dari operasional bisnis secara menyeluruh tersebut.
Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, para bisnisman dan orang-orang yang ingin terjun langsung di dunia bisnis hendaknya terlebih dahulu mengetahui dan memahami hukum bisnis secara detail agar bisnis yang ditekuni berjalan dengan baik dan memberikan manfaat bagi dirinya dan menyejahterakan masyarakat pada umumnya.[1]
Bisnis waralaba adalah tren bisnis masa depan dengan resiko kegagalan yang kecil dimana pertumbuhannya sangat pesat dan memberi warna tersendiri dalam perekonomian Indonesia.
Waralaba adalah suatu pengaturan bisnis dimana sebuah perusahaan ( franchisor ) memberi hak pada pihak independen ( franchisee ) untuk menjual produk atau jasa perusahaan tersebut dengan peraturan yang ditetapkan oleh franchisor. Franchisee menggunakan nama, goodwill, produk dan jasa, prosedur pemasaran, keahlian, sistem prosedur operasional, dan fasilitas penunjang dari perusahaan franchisor. Sebagai imbalannya franchisee membayar initial fee dan royalti ( biaya pelayanan manajemen ) pada perusahaan franchisor seperti yang diatur dalam perjanjian waralaba.[2]
Saat ini sektor bisnis waralaba sudah sangat beragam artinya tidak hanya didominasi oleh sektor makanan saja tetapi mulai dari sektor usaha pendidikan, salon, retail, laundry, kebugaran, pencucian mobil, aksesoris kendaraan sudah banyak yang diwaralabakan.[3]

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari waralaba atau Franchise ?
2.      Bagaiman konsep dasar waralaba dalam Indonesia dan Negara lain?
3.      Apa saja macam-macam dari waralaba?
4.      Bagaimana system bisnis waralaba dalam Islam?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui bagaimana waralaba yang beredar dalam masyarakat khususnya para bisnismen.
2.      Untuk mengetahui hukum waralaba dalam Islam











BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Waralaba
Secara sederhana waralaba adalah hak istimewa (privilege)yang terjalin dan atau diberikan oleh pemberi waralaba (franchisor) kepada penerima waralaba (franchisee) dengan sejumlah kewajiban atau pembayaran. Dalam kaca mata bisnis waralaba adalah pengaturan bisnis dengan system pemberian hak pemakaian nama dagang oleh franchisor kepada pihak independen atau franchisee untuk menjual produk atau jasa yang sesuai denagn kesepakatan.[4]
Menurut Peraturan pemerintah RI No 16 tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997 tentang Waralaba dikatakan bahwa, Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan inteletual atau penemuan atau cirri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan atau penjualan barang dan atau jasa (Pasal 1 angka 1).
Waralaba menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan  Republik Indonesia No. 259/MPR/Kep/7/1997 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba, yaitu waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki oleh pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan dalam rangka menyediakan dan atau penjualan barang dan jasa.
Waralaba menurut PP RI No. 42 Tahun 2007 tentang waralaba, (Revisi atas PP No. 16 Tahun 1997 dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 259/MPR/Kep/7/1997 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba), wara laba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perorangan atau badan usaha terhadap sistem dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti hasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
Franchise tidak dikenal dalam kepustakaan hokum Indonesia, karena lembaga franchise sejak awal tidak terdapat dalam budaya atau tradisi bisnis masyarakat Indonesia. Karena pengaruh Globalisasi yang melanda diberbagai bidang, maka franchise  masuk kedalam tatanan budaya dan tatanan masyarakat Indonesia. Yang kemudian istilah ini sangat akrab dikalangan masyarakat bisnis Indonesiadan menarik perhatian banyak pihak untuk mendalaminya. Yang kemudia istilah ini di-Indonesia-kan dengan istilah “Waralaba” yang pertama kali diperkenalkan oleh Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM). Waralaba berasal dari kata “wara” (lebih atau istimewa) dan “laba” (untung). Sehingga waralaba berarti usaha yang memberikan laba lebih atau istimewa.
Amerika melalui International Franchise Association (IFA) mendefinisikan franchise sebagai hubungan kontraktual antara franchisor dengan franchise, dimana franchisor berkewajiban menjaga kepentingan secara kontinyu pada bidang usaha yang dijalankan oleh franchisee misalnya lewat pelatihan, di bawah merek dagang yang sama, format dan standar operasional atau kontrol pemilik (franchisor), dimana franchisee menamankan investasi pada usaha tersebut dari sumber dananya sendiri.
Sedangkan menurut British Franchise Association sebagai garansi lisensi kontraktual oleh satu orang (franchisor) ke pihak lain (franchisee) dengan mengijinkan atau meminta franchisee menjalankan usaha dalam periode tertentu pada bisnis yang menggunakan merek yang dimiliki oleh franchisor.[5]
Sementara itu Munir Fuady menyatakan bahwa Franchise atau sering disebut juga dengan istilah waralaba adalah suatu cara melakukan kerjasama di bidang bisnis antara 2 ( dua ) atau lebih perusahaan, di mana 1 ( satu ) pihak akan bertindak sebagai franchisor dan pihak yang lain sebagai franchisee, di mana di dalamnya diatur bahwa pihak - pihak franchisor sebagai pemilik suatu merek dari know - how terkenal, memberikan hak kepada franchisee untuk melakukan kegiatan bisnis dari / atas suatu produk barang atau jasa, berdasar dan sesuai rencana komersil yang telah dipersiapkan, diuji keberhasilannya dan diperbaharui dari waktu ke waktu, baik atas dasar hubungan yang eksklusif ataupun noneksklusif, dan sebaliknya suatu imbalan tertentu akan dibayarkan kepada franchisor sehubungan dengan hal tersebut.[6]
Dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep waralaba tidak jauh berbeda dengan pembukaan kantor cabang. Hanya saja, dalam kantor cabang pembukaan kantor didanai dengan sendiri, sedangkan pada waralaba penyelenggaraaan perluasan usaha didanai dan dikerjakan oleh pihak lain yang dinamakan dengan franchisee atas resiko dan tanggung jawabnya sendiri, dalam bentuk usaha sendiri, tetapi sesuai dengan arahan dan instruksi serta petuntuk franchisor. Waralaba juga tidak beda jauh dari bentuk distribusi dalam kegiatan perdagan barang dan jasa, hanya saja distribusor yang menyelenggarakan seddiri kegiatan penjualannya, sedangkan dalam waralaba franchisee melakukan segala sesuatunya oleh franchisor.
Menurut Munir Fuady, bahwa franchise mempunyai karakteristik yuridis / dasar sebagai berikut :[7]
1)      Unsur Dasar
Ada 3 (tiga) unsur dasar yang harus selalu dipunyai, yaitu :
a.       pihak yang mempunyai bisnis franchise disebut sebagai franchisor.
b.      pihak yang mejalankan bisnis franchise yang disebut sebagai franchisee.
c.       adanya bisnis franchise itu sendiri.
2)      Produk Bisnisnya Unik
3)      Konsep Bisnis Total
Penekanan pada bidang pemasaran dengan konsep P4 yakni Product, Price, Place serta Promotion
4)      Franchise Memakai / Menjual Produk
5)      Franchisor Menerima Fee dan Royalty
6)      Adanya pelatihan manajemen dan skill khusus
7)      Pendaftaran Merek Dagang, Paten atau Hak Cipta
8)      Bantuan Pendanaan dari Pihak Franchisor
9)      Pembelian Produk Langsung dari Franchisor
10)  Bantuan Promosi dan Periklanan dari Franchisor
11)  Pelayanan pemilihan Lokasi oleh Franchisor
12)  Daerah Pemasaran yang Ekslusif
13)  Pengendalian / Penyeragaman Mutu

B.     Konsep Dasar Waralaba
Konsep waralaba muncul sejak 200 tahun sebelum masehi. Saat itu seorang pengusaha China memperkenalkan konsep rangkaian toko untuk mendistribusikan produk makanan dengan merek tertentu.[8] Kemudian di Prancis pada tahun 1200-an, penguasa Negara dan penguasa gereja mendelegasikan kekuasaan mereka kepada para pedagang dan ahli pertukangan melalui apa yag dinamakan  diartes de franchise”, yaitu hak untuk menggunakan atau mengolah hutan yang berada dibawah kekuasaan Negara atau gereja, sebagai imbalannya pengusaha dari keduanya adalah menuntut jasa tertentu atau uang. Namun waralab yang lebih dikenal dikalangan masyarakat Indonesia adalah dari Amerika Serikat.
Sejarah franchise dimulai di Amerika Serikat oleh perusahaan mesin jahit singer sekitar tahun 1850 – an. Pada saat itu, Singer membangun jaringan distribusi hampir di seluruh daratan Amerika untuk menjual produknya. Di samping menjual mesin jahit, para distributor tersebut juga memberikan pelayanan purna jual dan suku cadang. Jadi para distributor tidak semata menjual mesin jahit, akan tetapi juga memberikan layanan perbaikan dan perawatan kepada konsumen.[9] Walaupun tidak terlampau berhasil, Singer telah menebarkan benih untuk franchising di masa yang akan datang dan dapat diterima secara universal.
Pola ini kemudian diikuti oleh industri oleh industri mobil, industri minyak dengan pompa bensinnya serta industri minuman ringan. Mereka ini adalah para produsen yang tidak mempunyai jalur distribusi untuk produk-produk mereka, sehingga memanfaatkan sistem franchise ini di akhir-akhir abad ke 18 dan diawal abad ke 19.
Sesudah perang dunia ke 2, usaha eceran mengadakan perubahan dari orientasi produk ke orientasi pelayanan. Disebabkan kelas menengah mulai sangat mobile dan mengadakan relokasi dalam jumlah besar ke daerah-daerah pinggiran kota, maka banyak rumah makan / restoran atau drive in mengkhususkan dalam makanan siap saji dan makanan yang bisa segera di makan di perjalanan.[10]
Pada awalnya istilah franchise tidak dikenal dalam kepustakaan Hukum Indonesia, hal ini dapat dimaklumi karena memang lembaga franchise ini sejak awal tidak terdapat dalam budaya atau tradisi bisnis masyarakat Indonesia. Namun karena pengaruh globalisasi yang melanda di berbagai bidang, maka franchise ini kemudian. masuk ke dalam tatanan budaya dan tatanan hukum masyarakat Indonesia.[11]
Waralaba mulai ramai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1970-an dengan mulai masuknya franchise luar negeri seperti Kentucky Fried Chicken, Swensen, Shakey Pisa dan kemudian diikuti pula oleh Burger King dan Seven Eleven, Walaupun sistem franchise ini sebetulnya sudah ada di Indonesia seperti yang diterapkan oleh Bata dan yang hampir menyerupainya ialah SPBU ( pompa bensin).[12]
Pada awal tahun 1990 – an International Labour Organization ( ILO ) pernah menyarankan Pemerintah Indonesia untuk menjalankan sistem franchise guna memperluas lapangan kerja sekaligus merekrut tenaga – tenaga ahli franchise untuk melakukan survei, wawancara, sebelum memberikan rekomendasi. Hasil kerja para ahli franchise tersebut menghasilkan “Franchise Resource Center” dimana tujuan lembaga tersebut adalah mengubah berbagai macam usaha menjadi franchise serta mensosialisasikan sistem franchise ke masyarakat Indonesia.
Istilah franchise ini selanjutnya menjadi istilah yang akrab dengan masyarakat, khususnya masyarakat bisnis Indonesia dan menarik perhatian banyak pihak untuk mendalaminya kemudian istilah franchise dicoba di Indonesiakan dengan istilah ‘waralaba’ yang diperkenalkan pertama kali oleh Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen ( LPPM ) sebagai padanan istilah franchise. Waralaba berasal dari kata wara ( lebih atau istimewa ) dan laba ( untung ), maka waralaba berarti usaha yang memberikan laba lebih / istimewa.[13]
Pertumbuhan bisnis waralaba yang tumbuh subur di Indonesia, pada prinsipnya tidak lepas dari peran serta dari merek-merek waralaba lokal. Perkembangan waralaba lokal yang semakin pesat, bisa dilihat dari masih sangat terbukanya peluang usaha ini untuk mewaralabakan perusahaan – perusahaan tradisional yang telah mempunyai merek dagang dan sistem yang stabil
Merek-merek lokal ini diarahkan pemerintah untuk bernaung di bawah AFI (Asosiasi Franchise Indonesia) yang merupakan asosiasi resmi yang diakui oleh pemerintah dalam bidang waralaba. Asosiasi ini merupakan anggota dari IFA (International Franchise Association) yang adalah organisasi franchise skala internasional. AFI didirikan pada tanggal 22 November 1991 dengan bantuan dari ILO (International Labour Organization) dan Pemerintah Indonesia.19 Asosiasi ini salah satunya bertujuan untuk mengembangkan franchise dalam rangka penciptaan distribusi nasional, kesempatan kerja, dan pengembangan usaha kecil menengah ( UKM ).
C.    Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Waralaba Serta Hak Dan Kewajibannya
Pada umumnya komponen yang membentuk perjanjian waralaba adalah:
1.      Franchisor
Franchisor (pemberi waralaba) merupakan pihak yang memiliki sistem atau cara-cara tertentu dalam berbisnis. Pemberi waralaba (franchisor) adalah badan usaha atau peroranagan yang kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya.
2.      Franchisee
Franchisee (penerima waralaba) yaitu pihak yang menerima waralaba atau sistem usaha dari franchisor sehingga memiliki hak untuk menjalankan bisnis dengan cara-cara yang dikembangkan oleh franchisor.
3.      Franchise
Franchise yaitu sistem dan cara-cara bisnis itu sendiri, ini merupakan pengetahuan atau spesifikasi usaha dari franchisor yang dijual kepada franchisee. Dalam suatu perjanjian waralaba, franchise berkedudukan sebagai objek perjanjian.
Dari komponen tersebut, ruang lingkup hak dan kewajiban dari para pihak yang bertindak sebagai subjek hukum dalam perjanjian waralaba dapat ditentukan sebagai berikut.
1.      Kewajiban franchisor yang menjadi hak franchisee adalah sebagai berikut:
a.       Brand name yang meliputi logo, peralatan dan lain-lain.
b.      System dan cara manual operasional bisnis
c.       Dukungan dalam beroperasi, karena bagaimanapun franchisor lebih mempunyai pengalaman luas.
d.      Pengawasan (monitoring) yang bertujuan untuk memastikan bahwa sistem yang disediakan dijalankan dengan baik dan benar secara konsisten.
e.       Penggabungan promosi/joint promotion, karena hal ini berkaitan dengan brand name.
f.       Pemasokan yang berlaku bagi franchisee tertentu, misalnya bagi franchisor yang merupakan supplier bahan makanan/minuman. Kadang franchisor juga memasok mesin-mesin atau peralatan tertentu yang diperlukan.
2.      Kewajiban franchisee yang merupakan hak franchisor dapat dibedakan menjadi dua macam:
a.       Kompensasi langsung dalam bentuk moneter (direct monetary compensation) dalam diwujudkan dalam dua bentuk
1)      Lumpsum payment, yaitu suatu jumlah uang yang telah dihitung terlebih dahuludan wajib dibayarkan oleh penerima waralaba (franchisee) pada saat persetujuan pemberian waralaba disepakati. Pembayaran ini dapat dilakukan secara tunai maupun beberapa kali angsuran.
2)      Royalty, yaitu jumlah pembayaran yang dikaitkan dengan suatu persentasi tertentu yang dihitung dari jumlah produksi dan penjualan barang atau jasa yang diproduksi atau dijual berdasarkan perjanjian, baik disertai dengan ikatan suatu jumlah minimum atau maksimum jumlah royalty tertentu atau tidak.
b.      Kompensasi tidak langsung dalam bentuk nilai moneter (indirect and nonmonetary compensation). Kompensasi ini biasanya meliputi:
1)      Keuntungan sebagai akibat dari perjualan barang modal atau bahan mentah yang merupakan satu paket dengan pemberian waralaba. Biasanya perjanjian ini dibuat dalam bentuk exculisive purvhase arrangement.
2)      Pembayaran kompensasi juga dapat diwujudkan dalam pembagian deviden sebagai hasil ekuitas atau diwujudkan dalam bentuk pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang.
3)      Penghasilan atas sebagian biaya yang harus dikeluarkan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba dalam rangka menceah terjadinya pelanggaran atau sebagai upaya perlindungan hak atas kekayaan intelektual.[14]

D.    Macam-macam waralaba
Pada umumnya, waralaba dibedakan menjadi tiga jenis, diantaranya adalah:
1.      Distributorships (Product Franchise)
Dalam hal ini francishor memberika lisensi kepada franchisee untuk menjual barang-barang hasil produksinya. Pemberian lisensi ini bisa bersifat eksklusif ataupun noneksklusif. Seringkali terjadi franchisee diberi hak eksklusif ataupun memasarkan disuatu wilayah tertentu.
2.      Chain-Style Business
Jenis waralaba inilah yang paling di kenal dalam masyarakat, dalam jenis ini franchisee mengoperasikan suatu kegiatan bisnis dengan memakai nama francishor. Sebagai imbalan dari penggunaan nama francishor, maka franchisor harus mengikuti metode-metode standar pengoperasian dan berada dibawah pengawasan francishor dalam hal bahan-bahan yang digunakan, pilihan tempat usaha, desain tempat  usaha, jam penjualan, persyaratan para karyawan dll.

3.      Manufacturing atau Processing Plants
Dalam jenis ini  francishor memberitahukan bahan-bahan serta tata cara pembuatan suatu produk, termasuk didalamnya formula-formula rahasianya. Franchisee memproduksi, kemudian memasarkan barang-barang itu sesuai standar yang telah ditetapkan francishor.

Di Indonesia setidaknya system waralaba dibagi menjadi empat, diantaranya:
a.       Waralaba dengan system format bisnis
b.      Waralaba bagi keuntungan
c.       Waralaba kerja sama investigasi
d.      Waralaba produk dan merek dagang
Pada sast ini yang berkembang di Indonesia adalah terkait dengan poin a dan d.  Dan ini merupakan pembagian dari segi bentuknya, waralaba dapat dibedakan menjadi dua macam yakni:
1.      Waralaba merek dan produk dagang (product and trade franchise). Dalam waralaba merek dagang dan produk, franchisor untuk menjual produk yang dikembangkan disertai dengan izin untuk menggunakan merek dagangnya. Atas pemberian izin penggunaan merek dagang itu, seorang franchisor mendapatkan suatu bentuk bayaran royalty dimuka, dan selanjutnya dia juga mendapat keuntungan dari penjualan produknya.
2.      Waralaba format bisnis (bussines format franchise). Perjanjian waralaba format bisnis merupakan pemberian sebuah lisensi oleh seseorang kepada pihak lain, lisensi tersebut memberikan hak kepada penerima waralaba untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang atau nama dagang pemberi waralaba dan untuk menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat seseorang yang semula belum terlatih menjadi terampil dalam bisnis dan untuk menjalankannya dengan bantuan yang terus menerus atas dasar-dasar yang telah ditentukan sebelumnya. Perjanjian waralaba format bisnis ini terdiri dari:
a.       Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba
b.      Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis, sesuai dengan konsep pemberi waralaba.
c.       Proses bantuan dan bimbingan dilakukan secara berkelanjutan dari pihak pemberi waralaba.

E.     Waralaba menurut hukum Islam
Dengan memperhatikan format perjanjian yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa waralaba merupakan hasil dari pengembangan bentuk transaksi dalam bisnis. Dikatakan demikian, karena melalui perjanjian tersebut, pihak yang memberikan waralaba akan menjalin hubungan dengan penerima waralaba sebagai pihak yang akan mengembangkan/menjalankan usaha sejenis sesuai kesepakatan.
Kehadiran para pihak dalam kontrak perjanjian merupakan suatu hal yang lazim, baik dalam bentuk perseorangan maupun badan hukum. Namun yang khas pada perjanjian waralaba adalah objek transaksinya. Yang menjadi objek transaksi dalam perjanjian waralaba adalah berupa Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), yang keberadaannya biasanya diwujudkan dalam bentuk merek dan produk dagang dan format bisnis.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, memungkin manusia untuk meningkatkan produksi barang atau jasa sesuai kebutuhannya. Namun penggunaan barang atau jasa sebagai objek perjanjian, tentu tidak harus mengesampingkan keberadaan akad-akad syariah yang telah ditetapkan. Karena itu, menjadikan HAKI sebagai objek perjanjian waralaba, hukumnya adalah boleh (mubah). Dalam fiqh muamalah, ukuran kebolehan menjadikan sesuatu sebagai objek perjanjian adalah selama tidak mengandung unsure keharaman, baik ditinjau dari segi zatnya (haram li dzatihi) maupun haram selain zatnya (haram li ghairihi), serta selama tidak bertentangan ketentuan akad-akad syariah itu sendiri.
Pada umumnya objek perjanjian waralaba yang berupa merek dan produk dagang adalah masuk dalam kategori barang (‘ain). Sedangkan penyampaian ilmu pengetahuan tentang format bisnis masuk dalam kategori jasa perbuatan (fi’il). Meskipun dalam praktek perjanjian waralaba objek tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, namun keberadaannya tetap tidak menggugurkan kewajiban berlakunya akad-akad yang digunakan.
Dalam perjanjian waralaba, hak kepemilikan objek perjanjian berada pada pihak pemberi waralaba. Karena itu, konsekuensi pemanfaatan objek tersebut oleh penerima waralaba akan dikenakan kompensasi berupa pembayaran sejumlah uang. Apabila kewajiban membayar disyaratkan sebagai bentuk imbalan, berarti ketentuan akad yang berlaku ijarah. Dalam ijarah, imbalan boleh dibayarkan secara tunai (naqdan) maupun tangguh (muajal). Untuk menentukan jumlah imbalan selain dapat dilakukan melalui perkiraan, juga dapat dihitungdari hasil penjualan produk (royalty).
Menurut analisa fiqh, landasan utama yang menjadi dasar perjanjian waralaba adalah akad ijarah. Dengan demikian, apabila ada keuntungan lain bagi pemberi waralaba melalui hasil hasil penjualan objek tertentu, berarti merupakan perjanjian jual beli yang berada diluar konteks ijarah iru sendiri. Begitu pula dengan pembagian deviden hasil penanaman modal (equity sharing) pihak pemberi waralaba kepada penerimna waralaba, juga merupakan perjanjian tersendiri yang menggunakan akad mudharabah. Berlakunya masing-masing akad mungkin saja terjadi dalam perjanjian waralaba, namun dengan ketentuan selama tidak menggugurkan rukun dan syarat masing-masing akad itu sendiri. Misalnya, melalui akad ijarah pemnberi waralaba akan mendapatkan imbalan berupa uang. Sedangkan dari hasil penyertaan modal melalui akad mudharabah, pemberi waralaba berhak mendapatkan nisbah bagi hasil atau menanggung resiko finansial terhadap modal yang disertakan[15].
Dalam Fiqh Islam ada dua hal yang menjadi penilaian pada  konsep  Waralaba / Franchise yaitu;
1.      Pembelian Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) berupa merek dagang, penemuan dan ciri khas produk atau menejemen usaha sebagai hak paten yang dimiliki Franchisor, sedangkan HAKI merupakan benda maknawi yang memiliki nilai jual. Ulama menjelaskan beberapa hal yang berkenaan tentang hak maknawi ini, seperti pada karya ilmiyah, penemuan hasil riset, dsb meupakan hal yang boleh dijual dengan catatan bahwa  franchisee yang telah menerima lisensi harus mendapatkan pengarahan  standarisasi mutu produk, agar konsumen tidak dirugikan karena mutu produk yang berbeda.
2.      Konsep kerjasama pada Waralaba ada kaitannya dengan Syirkatu Uquud, yaitu kerjasama antara dua orang atau lebih dalam usaha untuk mendapatkan hasil yang dapat dinikmati bersama. Dalam Al Mulakhos Al fiqhy, Dr.Sholeh bin Fauzan Alu Fauzan Syirkatul uqud (kerjasama dalam akad perdagangan)memiliki lima jenis yaitu:
a.       Terdiri dari Dua atau beberapa pihak yang  berserikat dalam modal dan tenaga. Ini disebut Syrikatul 'Inan.
b.      Berserikat dalam sebuah transaksi dimana salah satu pihak dengan harta/modal dan pihak lain dengan tenaga. Inilah yang disebut Mudharabah.
c.       Berserikat dalam sebuah transaksi dimana semua pihak tidak memilik modal tapi mereka bisa mengadakan barang dengan modal kepercayaan, kedudukan dan semisalnya, Ini disebut Syrikatul Wujuh.
d.      Bersyerikat dalam usaha dengan badan/tenaga mereka dalam sebuah bisnis dan mereka berbagi dari keuntungan yang di dapat. Ini disebut Syrikatul  Abdan.
e.       Syirkah yang tergabung dalamnya empat jenis syerikat di atas. Ini disebut Syrikatul Mufawadhah.
Tujuan dari syariah Islam (maqashid asy syari`ah) adalah untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat melalui suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat. Sama halnya dengan pendapat  As-Shatibi tujuan utama dari syariat Islam adalah mencapai kesejahteraan manusia yang terletak pada lima ke-mashlahatan-an yaitu, keimanan (ad-dien), ilmu (al-’ilm), kehidupan ( an-nafs ), harta ( al-maal ), dan keturunan ( an-nasl). Kelima mashlahah tersebut pada dasarnya merupakan sarana yang sangat dibutuhkan bagi kelangsungan kehidupan yang baik dan terhormat.
Turunan dari tujuan syariah Islam merupakan bagian dari lingkup tujuan ekonomi Islam. Dimana prinsip dasar dari ekonomi Islam adalah menerapkan syariah islam dalam muamalah baik dari aspek mikro ataupun makro.
Pola-pola yang dibangun dalam kemitraan bisnis waralaba menuntut adanya kerjasama yang jelas (trasnparan) untuk tujuan keadilan sesuai dengan prinsip dasar dari system ekonomi Islam. Sehingga memungkinkan bisa kita munculkan skim syariah dalam prakteknya kemudian bisa kita sebut sebagai bisnis waralaba (franchise) syariah.

Dasar Hukum Bisnis Waralaba Syariah
Bisnis waralaba syariah  merupakan sebuah konsep kerjasama yang menguntungkan antara dua pihak dalam mengembangkan usaha masing masing, baik franchisor maupun franchisee, Hal ini sesuai dengan Firman Allah Taala dalam konsep Ta'awun dan syirkah;
 

Artinya: "…….Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya". (QS. Al Maidah : 2)

Rasulullah juga menerangkan sisi positif dari bersyarikat ini yaitu dalam hadist Qudsi:
“Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu menuturkan : Bersabda Rasulullah SAW: sesungguhnya Allah SWT berkata: " Aku adalah yang ketiga (penolong) dari dua orang yang bersyarikat, selama salah satunya  tidak menghianati kawannya, apabila ia  berhianat maka aku keluar dari persyerikatan dua orang itu". ( HR. Abu Dawud No.3383 )
Kemudian menolong sesama merupakan hal yang terpuji, dengnnya akan datang pertolongan Allah, seperti sabda Rasulullah SAW: yang diriwayatkan dari abi hurairoh : " Allah senantiasa menolong hambanya selama hamba tersebut menolong saudaranya. HR. Muslim No.6793.

Maka dalam konsep franchese memiliki salah satu konsep dari syirkah, yang mana Franchisee mengeluarkan modal untuk operasional usahanya, sedangkan Franchisor memberikan Hak patennya berupa hasil dari penelitian dan suplay barang atau produk yang yang diwaralabakan, maka keadaan ini dapat dikategorikan  syirkatul Inan, dikarenakan keduanya mengeluarkan modal dan tenaga, akan tetapi bila jenis waralaba hanya berupa pemberian merek dagang/ lisensi, pelatihan Standar mutu produk dan menejemen oprasional, adapun biayanya murni ditanggung Franchisee maka ini bisa disebut Mudhorobah, karena Franchisor akan menerima royalty dari tenaganya atau biasa disebut  HAKI (Hak Kekayaan Intelektua). Wallahu ‘Alam.
















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.      Waralaba merupakan bentuk kerjasama dimana pemberi waralaba (franchisor) memberikan ijjin/hak kepada penerima waralaba (franchisee) untuk menggunakan hak intelektualnya seperti nama, merek dagang, produk /jasa, sistem operasi usahanya dalam jangka waktu tertentu. Sebagai timbal balik, penerima waralaba (franchisee) membayar suatu jumlah teretentu serta mengikuti sistem yang ditetapkan franchisor.
2.      Menjadikan HAKI sebagai objek perjanjian waralaba, hukumnya adalah boleh (mubah). Dalam fiqh muamalah, ukuran kebolehan menjadikan sesuatu sebagai objek perjanjian adalah selama tidak mengandung unsur keharaman, baik ditinjau dari segi zatnya (haram li dzatihi) maupun haram selain zatnya (haram li ghairihi), serta selama tidak bertentangan ketentuan akad-akad syariah itu sendiri.



DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. Bisnis Waralaba Indonesia (Franchise News) 2006
Arifa’I, Proposal Bisnis. Personal Franchise ( Waralaba Pribadi ) Bentuk Usaha Alternatif Menjadi Jutawan Dalam Waktu Relatif Singkat. L4L Press. Surakarta
Burhanuddin, Hukum Kontrak Syariah, (BPFE-Yogyakarta: Yogyakarta, 2009)
Devi Azwar Tengku Keizerina, Perlindungan Hukum Dalam Franchise, 2005
Fuady Munir.  Pengantar Hukum Bisnis. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2005
Naihasy Syahrin. Hukum Bisnis (Business Law). Mida Pustaka. Yogyakarta. 2005
Setiawan Deden. Franchise Guide Series Ritel. Dian Rakyat. 2007
S. Muharam. Apa itu Bisnis Waralaba. SMfr@nchise. January. 2003
Sutedi Adrian. Hukum Waralaba (Bogor: Ghalia Indah) Juli 2008
\\http : www.waralaba.com, 19.00 WIB tanggal 30 Maret 2008





[1] Syahrin Naihasy, Hukum Bisnis (Business Law), Mida Pustaka, Yogyakarta, 2005, hlm. 8
[2] S. Muharam, Apa itu Bisnis Waralaba, SMfr@nchise, January, 2003
[3] Arifa’I, Proposal Bisnis, Personal Franchise ( Waralaba Pribadi ) Bentuk Usaha Alternatif Menjadi
Jutawan Dalam Waktu Relatif Singkat, L4L Press, Surakarta, hlm. 56
[4] Adrian Sutedi, SH.,M.H. Hukum Waralaba (Bogor: Ghalia Indah)Juli 2008, hal 6
[5] Ibid., hal 7
[6] Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm.339
[7] Ibid., 340-345
[8] Anonymous, Bisnis Waralaba Indonesia (Franchise News) 2006
[9] Deden Setiawan, Franchise Guide Series Ritel, Dian Rakyat, 2007, hlm. 13
[10] http : www.waralaba.com, 19.00 WIB tanggal 30 Maret 2008
[11] Tengku Keizerina Devi Azwar, Perlindungan Hukum Dalam Franchise, 2005, hlm. 1 - 2
[12] Deden Setiawan, op. cit, hlm. 6
[13] Tengku Keizerina Devi Azwar, op. cit, hlm. 2
[14] Burhanuddin, Hukum Kontrak Syariah, (BPFE-Yogyakarta: Yogyakarta, 2009) hal 242-244
[15] Ibid. 247-249

1 komentar:

  1. La Bet dafabet dafabet bet365 bet365 jeetwin jeetwin planet win 365 planet win 365 ボンズ カジノ ボンズ カジノ 카지노사이트 카지노사이트 カジノ シークレット カジノ シークレット 우리카지노 우리카지노 521 The 5 Best The 5 Best The 5 Best The 5. - KONOASINO

    BalasHapus