FENOMENA ANAK HASIL KLONING DALAM
TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN FIQIH KONTEMPORER
A. Latar Belakang
Dengan bartambahnya hari, minggu, bulan
dan tahun, keahlian manusia semakin bertambah dan ide-ide baru selalu bermunculan,
seakan-akan otak manusia tidak pernah mati. Teknologi barupun banyak
bermunculan, yang awalnya hanyalah hayalan belaka dengan adanya teknologi yang
super canggih sekarang semuanya seakan-akan mungkin terjadi. Begitu juga dengan
penciptaan manusia atau penggandaan manusia, pada awalnya rekayasa genetika ini
hanya bisa dilakukan pada hewan dan tumbuhan, namun saat ini manusia juga bisa
digandakan dengan pengambilan sel pada tubuh manusia yang akan digandakan. Hal
inilah yang dinamakan dengan kloning.
Pada dasarnya istilah loning atau
klonasi berasal dari kata clone (bahasa Greek) atau klona, yang
secara harfiah berarti potongan/pangkasan[1].
Sedangkan secara terperinci kloning adalah suatu cara perkembangbiakan makhluk
hidup untuk mendapatkan individu baru atau anak yang persis sama dengan
induknya tanpa melalui proses pembuahan atau peleburan gamet, hal ini secara
lumrah berbeda dengan proses perkembangbiakan pada makhluk hidup semestinya.
Karena tidak melalui proses pembuahan antara induk dan pejantan, namun melalui
rekayasa genetika[2]. Pada proses
ini hasil kloning tidak selamanya berhasil, tidak sedikit proses kloning yang
mengalami kegagalan total. Namun demikian, telah banyak pula anak hasil kloning
walaupun hanya minoritas. Salah satunya adalah perusahaan Bioteknologi di
Bahama, sukses menghasilkan manusia kloning pertama di dunia dengan lahirnya
Eve, 26 Desember 2002 lalu. Eve merupakan bayi pertama yang lahir dari 10
implantasi yang dilakukan Clonaid tahun 2002[3].
Sedangkan jika ditinjau dari segi agama,
pada dasarnya hukum kloning adalah boleh (mubah) asalkan kloning tersebut
dilakukan kepada hewan atau pada tumbuh-tumbuhan sebagaimana yang telah
disebutkan dalam Qs. Al-Baqarah: 29 yang berbunyi:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً ثُمَّ
اسْتَوَى إِلَى السَّمَاء فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ
عَلِيمٌ -٢٩-
Artinya:“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala
yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya
tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.”(Qs. Al-Baqarah: 29)[4]
Ayat di atas menjelaskan bahwa semua
ciptaan Allah adalah untuk kemaslahatan ummat, namun ayat ini masih bersifat ‘Amm
dan di Khaskan dengan surat Al-Baqarah: 219 yang berbunyi:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا
إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا
وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبيِّنُ اللّهُ
لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ -٢١٩-
Artinya:”Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang
khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa
manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” Dan
mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan.
Katakanlah, “Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah
Menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan”. (Qs. Al-Baqarah: 219)[5]
Jika dilihat sekilas memang ayat ini
berisi tentang pengharaman terhadap minuman yang memabukkan dan judi, namun
jika lebih diperhatikan lagi, ayat ini merupakan penghususan terhadap Qs.
Al-Baqarah:29, yakni semuanya yang diciptakan oleh Allah adalah untuk
kemaslahatan umat kecuali yang “besar dosanya dan kecil manfaatnya” hal
ini juga telah dibahas di qawaid fiqhiyyah الأصل في الأشياء الإباحة حتى
يدل الدليل على التحريم “Hukum asal dari sesuatu
adalah boleh, sampai ada dalil yang menunjukkan atas keharamannya”.[6]
Melihat dari pembahasan di atas, masalah
ini (kloning terhadap manusia) hukumnya menjadi haram karena besar dosanya (besar
mudharatnya) dan sedikit manfaatnya serta telah menyalahi kodrat Allah yang
menciptakan manusia berpasang-pasangan, hal ini disebutkan dalam QS.
An-Najm:45-46 yang berbunyi:
وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنثَى -٤٥-
مِن نُّطْفَةٍ إِذَا تُمْنَى -٤٦-
Artinya:” 45. Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan
wanita. 46. Dari air mani, apabila
dipancarkan.”(QS. An-Najm: 45-46)[7]
Dari ayat di ini sudahlah jelas bahwa Allah menciptakan manusia
berpasang-pasangan agar memperoleh keturunan. Namun jika kelak kloning berkembang makin maju, akan banyak kemungkinan-kemungkinan
yang terjadi, seperti makin berkembang pula pernikahan sejenis (homo dan
lesbi), hilangnya hukum variasi di alam raya, kerancuan hubungan antara orang
yang dikloning dengan orang hasil kloningnya, terjangkitnya penyakit dari orang
yang diklonung terhadap orang hasil kloningnya serta masih banyak lagi
kemungkinan-kemungkinan yang melenceng dari yang telah ditentukan oleh Agama seolah-olah
kloning akan menghapus kodrat dari manusia sendiri, yaitu tercipta dengan
berpasang-pasangan (na’udzubillahi min dzalik).
Tapi kita juga tidak
bisa memungkiri dengan adanya anak hasil kloning tersebut. Maka, butuh
ketegasan hukum pada anak-anak ini nantinya seperti nasab dan perwalian ataupun
hak kewarisan mereka karena bagaimanapun mereka juga bisa dijatuhi hukum serta
memiliki hak dan kewajiban sebagaimana yang telah Allah jatuhkan pula kepada
anak-anak atau manusia pada umumnya.
Berangkat dari hal
inilah kemudian penulis merasa tertarik dan tergerak untuk mengangkat judul “Fenomena Anak Hasil Kloning
Dalam Tinjauan Hukum Islam”
B.
Rumusan Masalah
Setelah melihat latar
belakang di atas, maka rumusan masalah yang penulis ambil adalah:
1.
Bagaimana perwalian dari anak hasil kloning dalam hukum Islam dan Fiqh
Kontemporer.
2.
Bagaimana hak waris bagi anak hasil kloning dalam hukum Islam dan Fiqh
Kontemporer.
C.
Batasan Permasalahan
Untuk memudahkan peneliti dalam meneliti dan
untuk menghindari perbedaan serta melebarnya permasalahan pada penelitian ini,
maka perlu diberi batasan masalah, penelitian ini hanya akan membahas tentang
perwalian serta hak-hak kewarisan dari anak hasil kloning menurut pandangan
para ulama kontemporer serta mengkorelasikan dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan
hadits.
D.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
jawaban-jawaban dari rumusan masalah yang ada di atas, yaitu untuk:
1.
Mengetahui perwalian dari anak hasil kloning dalam hukum Islam dan Fiqh
Kontemporer.
2.
Mengetahui hak waris dari anak hasil kloning dalam hukum Islam dan Fiqh
Kontemporer.
E.
Manfaat Penelitian
1.
Secara teoritis dapat dijadikan hipotesa bagi penulisan
selanjutnya yang relevan dengan tulisan ini, memberikan kontribusi dalam
khazanah pemikiran hukum Islam terutama persoalan koning yang terjadi di
akhir-akhir ini
2.
Secara praktis sebagai persyaratan untuk diajukan dalam
memenuhi tugas ujian akhir semester tahun akademik 2012-2013 mata kuliah
Metodologi Penelitian.
F.
Tinjauan Pustaka
1.
Penelitian Terdahulu
Judul
yang peneliti angkat pada proposal penelitian ini, “Fenomena Anak Hasil Kloning
Dalam Tinjauan Hukum Islam Dan Fiqih Kontemporer” sesungguhnya mengandung variabel yang menarik untuk ditelaah
apakah tema atau topik yang sama sudah pernah diteliti sebelumnya apa belum.
Dari hasil pencarian ini, memang ditemukan topik yang sama dengan
topik yang peneliti angkat. Namun juga ada beberapa judul skripsi yang memiliki
tema yang tidak jauh berbeda ketika kita melihat pada variabel diatas, yakni
seputar fenomena kloning manusia.
Berikut peneliti paparkan hasil penelitian yang berkorelasi dengan
judul diatas:
Tertulis dalam kesimpulan penelitian oleh Siti Khofshoh (2009)
dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Waris Anak Hasil Kloning”. Penelitian
ini memaparkan bahwa kloning dengan sel somatik donor dalam hukum Islam
berakibat pada tidak adanya hubungan nasab anak dengan inti sel (ayah
biologis), sehingga hak kewarisan anak yang dilahirkan tersebut hilang/tidak
ada, karena pertemuan antara sel telur dengan inti sel donor tidak diikat oleh
pernikahan yang sah. Adapun waris untuk anak tersebut hanya mendapat dari pihak
ibu saja, sebagaimana kewarisan anak luar nikah atau anak zina.[8]
Choirul Anam (2010) memberi
kesimpulan dalam penelitianya yang diberi judul “Kewarisan Anak Hasil
Inseminasi Buatan Dan Akibat Hukum
Terhadap Kewarisan Anaknya, Kajian Antara Hukum Islam Dan Hukum Positif”.
Penelitian ini memaparkan bahwa anak yang lahir melalui rahim wanita lain
(ibu pengganti) yang bukan ovumnya jika ditinjau dari konsep Islam, maka anak
tersebut adalah milik ibu yang melahirkan, masalah kenasaban anak tersebut
dinasabkan kepada ibu yang mengandung dan melahirkanya, begitu juga dalam hal
kewarisanya, anak tersebut bisa mewarisi dari ibu yang melahirkanya dan
keduanya bisa saling mewarisi. Sedangkan dalam hukum positif hubungan darah
antara anak hasil inseminasi buatan melalui titip rahim dengan perempuan yang
melahirkan terputus, dan masalah kewarisanya beralih kepada orang yang
mempunyai sperma dan sel telur. Hal ini tidak lepas dari perjanjian yang telah
disepakati dari kedua belah pihak.[9]
Dari dua penelitian diatas terdapat
perbedaan dengan penelitian yang sekarang. Penelitian yang pertama memaparkan
tentang pewarisan bagi anak hasil kloning, namun dalam skripsinya penulis hanya
membahas tentang hak warisnya saja. Penelitian yang kedua memaparkan bahwa anak
yang lahir melalui rahim wanita lain yang bukan ovumnya jika ditinjau dari
konsep Islam status kenasabanya diikutkan kepada ibu yang mengandung dan
melahirkan, serta dalam hal kewarisan anak tersebut bisa mewarisi dari ibu yang
melahirkan. Sedangkan dalam konsep hukum positif hubungan anak tersebut putus
dari ibu yang melahirkanya, dan masalah kewarisan beralih kepada orang yang
mempunyai sperma dan sel telur.
Adapun dalam penelitian sekarang ini
belum dibahas oleh penelitian sebelumnya, yakni masalah yang melingkupi tentang
anak hasil kloning dalam hukum perspektif
Islam dan fiqih kontemporer, yang melingkupi perwalian dan hak waris.
Akan tetapi mempunyai titik permasalahan yang sama yakni dalam
a.
Terminologi Kloning Manusia
Kloning secara umum
adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya
pada mahluk hidup tertentu baik berupa tumbuhan, hewan maupun manusia.
Sedangkan kloning
manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan
induknya yang berupa manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengambil sel
tubuh (sel somatik) dari tubuh manusia, kemudian diambil inti selnya
(nukleusnya), dan selanjutnya ditanamkan pada sel telur (ovum) wanita –yang
telah dihilangkan inti selnya- dengan suatu metode yang mirip dengan proses
pembuahan atau inseminasi buatan. Dengan metode semacam itu, kloning manusia
dilaksanakan dengan cara mengambil inti
sel dari tubuh seseorang, lalu dimasukkan ke dalam sel telur yang diambil dari
seorang perempuan. Lalu dengan bantuan cairan kimiawi husus dan kejutan arus
listrik, inti sel digabungkan dengan sel telur. Setelah proses penggabungan ini
terjadi, sel telur yang telah bercampurdenga inti sel tersebut ditransfer ke
dalam rahim seorang perempuan, agar dapat memperbanyak diri, berkembang,
berdiferensiasi, dan berubah menjadi janin sempurna. Setelah itu keturunan yang
dihasilkan dapat dilahirkan secara alami, keturunan ini akan berkode genetik
sama dengann induknya yakni orang yang menjadi sumber inti sel tubuh yang tubuh
yang telah ditanamkan pada sel telur perempuan.[10]
b.
Mafsadah Kloning
Sebelum membahas
mafsadah dari kloning, sebenarnya ada sedikit manfaat dari kloning yang perlu
dipaparkan. Adapun manfaat-manfaat tersebut adalah rekayasa genetik lebih efisien dan manusia
tidak perlu khawatir akan kekurangan organ tubuh pengganti (jika memerlukan)
yang biasa diperoleh melalui donor, dengan kloning ia tidak akan lagi merasa
kekurangan ginjal, hati, jantung, darah, dan sebagainya, karena ia bisa
mendapatkannya dari manusia hasil teknologi kloning.
Dan mafsadah dari kloning lebih banyak dari pada manfaat
(mshlahah), diantaranya:
1)
Kloning dianggap melawan kodrat
Jika manusia
dilahirkan dari kloning ia akan mengesampingkan peranan agama, sebab harkat dan
martabat manusia akan diuji, wanita bisa saja menghasilkan keturunan tanpa
harus melakukan perkawinan dengan laki-laki. Peranan laki-laki dalam hal ini
akan dikesampingkan, ia menjadi tidak penting dalam hal keturunan. Peranannya
bagi wanita mungkin hanya sebatas mitra dalam aktivitas seksual saja. Apabila
hal ini terjadi, secara moral apapun sulit sekali untuk dipertanggung jawabkan
karena perzinahan akan semakin merajalela.
2)
Kloning dapat melahirkan dominasi manusia tertentu
Hal yang jauh lebih
mengerikan jika kloning ini diselewengkan untuk melahirkan dominasi ras manusia
berkarakter tertentu, seperti cerdas, cantik, kuat perkasa, kejam atau
sifat-sifat lain yang bisa merusak tatanan sosial seperti: kecemburuan sosial,
penjajahan, perbudakan, wanita lacur dan semacamnya. Tentu akan sangat
membahayakan bagi kehidupan umat manusia.[11]
3)
Kloning manusia akan menghilangkan nasab (garis keturunan)
Islam telah mewajibkan
pemeliharaan nasab, dengan adanya kloning sel-sel tubuh akan diambil dari
laki-laki dan perempuanyang mempunyai sifat-sifat yang diinginkan dan sel-sel
telur juga akan diambil dari perempuan-perempuan terpilih, yang mempunyai sifat
keunggulan. Semua ini akan mengakibatkan hilangnya nasab dan bercampur aduknya
nasab.[12]
4)
Peranan agama semakin berkurang
Hal ini disebabkan
karena kodrat manusia sudah dilanggar, orang tidak lagi menggantungkan nasib
pada Tuhan pencipta, tetapi pada bulan itu sendiri. Fisik maupun mental bisa
direkayasa atau dalam bahasa bombastis adalah bisa direnovasi. Pada akhirnya,
manusia lupa pada dirinya dan tujuan hidupnya yakni hanya mengabdi, menyembah,
dan tunduk kepada Allah SWT semata.
c.
Pengertian Waris
Waris atau pewarisan
adalah proses pemindahan harta yang dimiliki seseorang yang sudah meninggal
kepada pihak penerima waris yang jumlah dan ukuran bagian yang diterimanya
telah ditentukan dalam mekanisme wasiat atau jika tidak ada wasiat maka
penentuan pihak penerima, jumlah dan ukuran bagiannya ditentukan dalam
mekanisme pembagian warisan. Prioritas utama dalam masalah ini terletak pada wasiat,
yaitu adakalanya pewaris sudah menentukan wasiat sebelum ia meninggal dengan
menyerahkan seluruh hartanya kepada karib kerabatnya setelah ia meninggal
dunia,[13] hal ini juga
sesuai dengan firman Allah yang memberlakukan hukum waris terjadi setelah dilaksanakan
wasiat si mayat dan terbayar hutang-hutangnya. Qs. An-Nisa:12
…..مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَآرٍّ وَصِيَّةً
مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ -١٢-
“…..sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat
olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada
ahli waris), (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang
benar-benar dari Allah dan Allah maha mengetahui lagi maha penyantun” (QS.
An-Nisa’: 12)[14]
Adakalanya juga ia
tidak menulis surat wasiat sebelum kematiannya, sehingga ia tidak meninggalkan
wasiat apapun, maka Allah mengambil alih pembagian ini dengan memasukkannya
dalam mekanisme hukum waris dan menentukan seluruh pihak yang terlibat di
dalamnya, baik terkait kalangan pihak penerima warisan maupun bagian harta yang
diterima masing-masing dari mereka.
d.
Mekanisme Pembagian Harta Waris bagi Keluarga Menurut Garis Asal
Dalam Qs. An-Nisa’: 11
sebagai ganti wasiat (yang tidak ditentukan oleh orang yang sudah meninggal):
يُوصِيكُمُ اللّهُ فِي
أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ فَإِن كُنَّ نِسَاء فَوْقَ
اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِن كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا
النِّصْفُ وَلأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن
كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ
فَلأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِن كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلأُمِّهِ السُّدُسُ مِن بَعْدِ
وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَآؤُكُمْ وَأَبناؤُكُمْ لاَ تَدْرُونَ
أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعاً فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ
عَلِيما حَكِيماً -١١-[15]
Setelah memperhatikan pada awal bagian
ayat tersebut terdapat pembahasan tentang keluarga menurut garis cabang. Pada
kata abaukum wa abnaukum la tadruna ayyuhum aqrabu lakum naf’an, Muhammad
Shahrur dalam bukunya yang berjudul Metodologi Fiqih Islam Kontemporer berpendapat
bahwa ayat ini berbicara tentang keluarga menurut garis keturunan asal
(bapak-ibu ke atas, kakek-nenek), ayat ini juga membicarakan keluarga menurut
garis keturunan cabang (anak-anak ke bawah, cucu dan seterusnya) atau yang
tercakup dalam abnaukum. Pewaris yang dicakup oleh redaksi ayat “abnaukum”
bukan hanya anak kandung secara langsung tetapi terkadang juga meliputi cucu (abnau
al-ibni)[16]
e. Karakteristik dan Sebab-Sebab Timbulnya Fiqih Kontemporer
Dimulai pada pasca keruntuhan Bagdad oleh pasukan Tatar
(656 H) sampai saat ini, merupakan periode mengentalnya taklid mazhab-madzhab
dan geliat fiqih kontemporer yang meriset fiqih klasik dan kekinian dengan manhaj
studi komparatif.
Para ulama saat ini menyadari akan pentingnya fiqih
Islam, dalam menyelesaikan permasalahan umat manusia jaman ini. Karena hal ini
juga dapat membuktikan kepada umat manusia, bahwa syari'at Islam itu integral
dan selalu relevan dengan jamannya.
Fiqih yang dibutuhkan saat ini selalu berkaitan erat
dengan objek yang dihadapinya, artinya fiqih beserta perangkat-perangkat
istinbath hukumnya selalu mengenal objek ijtihad dengan bantuan ilmu-ilmu
lainnya. Seperti dalam membahas hukum menambal selaput dara atau kloning,
mengganti kelamin fiqih tidak dapat menghukuminya tanpa memahami objek dengan
bantuan ilmu kedokteran, atau fiqih hendak merumuskan hak-hak asasi manusia
yang dimana hal ini mesti memahami dahulu objek dengan kaca mata sosiologi,
psikologi atau antrophology.
Fiqih saat ini selalu menghadirkan penyampaian keputusan
hukum yang lunak, agar umat tidak serta-merta melarikan diri dengan alasan
memberatkan. Hal ini telah diusung oleh DR. Yusuf Qardhawi dengan mengemas
fiqih dalam bentuk Fiqhul Aulawiyat (Fiqih Prioritas), dimana beliau mengawali
sistematika fiqih dengan pembahasan sosial kemasyarakatan. Dan fiqih selalu
melanjutkan pembahasan yang mencakup sosial kemasyarakatan dan politik.[17]
G.
Metode Penelitian
1.
Jenis Penelitian
Bila dilihat dari tema kloning yang diangkat, yang
sumbernya berasal dari buku-buku masail fiqhiyah dan karya ilmiah lainya maka
penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian yuridis-normatif atau penelitian
hukum doktrinal. Dalam penelitian hukum jenis ini, hukum acapkali dikonsepkan
sebagai apa yang tertulis sebagai peraturan perundang-undangan (law in books)
atau sebagai kaidah yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap
pantas. [18]
2.
Pendekatan
Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif berdasarkan
analisa datanya yang bersifat deskriptif.[19]
3.
Metode Pengumpulan Data
Dikarenakan penelitian ini berupa penelitian kepustakaan
(library research), maka langkah-langkah yang harus ditempuh dalam teknik
pengumpulan data adalah: mencari dan menemukan data-data yang berkaitan dengan
pokok permasalahan, membaca dan meneliti
data-data yang didapat untuk memperoleh data yang lengkap sekaligus terjamin
dan mencatat data secara sistematis dan konsisten.
4.
Jenis Sumber Data
Pada penelitian hukum normatif yang hanya mengenal data
sekunder saja, jenis data pada penelitian ini
adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tersier.
a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti al-Qur’an,
hadis, dan fiqih kontemporer
b. Bahan Hukum Sekunder ialah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, atau bahan pustaka yang mengacu atau mengutip bahan hukum
primer. Bahan hukum tersebut antara
lain: Nalar Fiqih Kontemporer, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, Masail
Fiqhiyah, Mercy Killing (Kematian Medis), Beberapa Problem Kontemporer dalam
Pendangan Islam.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus dan
ensiklopedia. Dalam penelitian ini bahan hukum tersier adalah ensiklopedi hukum
Islam.
5.
Metode Analisa Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif analitis, di mana permasalahan akan dipaparkan secara detail,
kemudian diadakan analisis isi dan analisis kritis, terhadap berbagai aspek
yang dapat memberikan penjelasan atau jawaban permasalahan yang dikemukakan di
atas.
H.
Sistematika Penulisan
Penulisan laporan penelitian ini diorganisasi dalam enam
bab. Bab-bab tersebut memiliki tekanan masing-masing sebagaimana diuraikan
sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan. Bab ini memuat beberapa elemen
dasar penelitian ini, antara lain latar belakang yang memberikan landasan
berpikir pentingnya penelitian ini, permasalahan yang menjadi fokus penelitian,
tujuan penelitian yang dirangkaikan dengan manfaat penelitian, tinjauan pustaka
yang menunjukan berbagai penelitian tentang kloning, dan sistematika laporan
penelitian. Dengan mencermati bab ini, gambaran dasar dan alur penelitian akan
dapat dipahami dengan jelas. Disertai dengan metode penelitian yang merupakan
suatu langkah umum penelitian yang harus diperhatikan oleh penulis dan sebagai
inti dari skripsi.
Bab II, pada bab ini untuk memperoleh hasil yang memuaskan
peneliti memasukan kajian teori sebagai salah satu perbandingan dalam
penelitian ini. Dari kajian teori diharapkan memberikan gambaran atau
merumuskan suatu permasalahan yang ditemukan dalam objek penelitian yang
digunakan dalam proses analisis. Bagian pertama pada bab ini mengulas masalah kloning.
Pembahasan ini mengarah kepada pengertian kloning. Kemudian, bahasan berikutnya
adalah tentang mafsadah dan manfaat kloning.
Setelah kajian teori diterangkan di muka, pada Bab III ini, beranjak pada
tokoh-tokoh yang masuk dalam kategori lingkaran fiqh kontemporer. Dalam kajian
ini selain membahas mengenai tokoh-tokohnya juga mengulas masalah pengertian
serta karakteristik fiqih kontemporer, dan dalam hal ini akan diteliti secara
mendalam dengan memfokuskan pada buah-buah pikiranya tentang fiqih yang
selanjutnya akan disesuaikan dengan kondisi masyarakat sekarang ini.
Bertolak dari data yang diperoleh dan diolah pada bab-bab
sebelumnya, maka pada Bab IV kali ini disajikan dalam bentuk
mendeskripsikan tentang “ Fenomena Anak Hasil Kloning dalam Tinjauan Hukum
Islam”, baik ditilik dari segi kewarisannya maupun perwaliannya. Dalam bab ini
data yang akan diolah dengan memasukkan data dan informasi yang terdapat dalam
bab-bab sebelumnya, sehingga hasil yang diperoleh benar-benar akurat dan tidak
diragukan lagi.
Terakhir, Bab V adalah Penutup. Bab ini merupakan
bagian yang memuat dua hal dasar, yakni kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan
merupakan uraian singkat tentang jawaban atas permasalahan yang disajikan dalam
bentuk poin-poin tertentu. Adapun bagian rekomendasi memuat beberapa anjuran
akademik baik bagi lembaga terkait maupun untuk peneliti selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Buku dan Penelitian
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum. Cet.
III. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Anam, Choirul, Kewarisan Anak Hasil Inseminasi Buatan Dan
Akibat Hukum Terhadap Kewarisan Anaknya,
Kajian Antara Hukum Islam Dan Hukum Positif, Skripsi, Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim,
2010.
Bisri, Cik Hasan, Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial.Cet.
I. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Khofshoh, Siti, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Waris Anak Hasil Kloning, skripsi,
Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2009.
Shahrur, Muhammad, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, Yogyakarta:
Elsaq Press, 2004.
Umar, Hasbi,Nalar Fiqih Kontemporer, Jakarta: Gaung Persada Press, 2007.
Yusuf, Muhammad, Kematian Medis (Mercy Killing), Yogakarta: penerbit
teras, 2009.
Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhiyah. Cet.7. Jakarta: CV Haji Masagung, 1997.
Zallum, Abdul Qadim, Beberapa Problem Kontemporer dalam Pandangan Islam,
Bangil-Jatim: Al-Izzah 1998
Al Qur’an .
B.
Website
http://dharwanto.blogspot.com/2012/04/kloning-dalam-perspektif-hukum-islam.html. Diakses pada 27 November 2012
http://littlenancyy.blogspot.com/2012/11/anak-hasil-cloning.html. Diakses pada 27 November 2012
http://mufaqqih.multiply.com/journal/item/17?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem. Diakses pada 5 Desember 2012
OUTLINE
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B.
Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Metode Penelitian
F. Penelitian Terdahulu
G.
Sistematika Pembahasan
BAB II Kloning Dalam Tinjauan Hukum Islam
A. Pengertian Kloning
B. Mafsadah dan Manfaat Kloning dalam Tinjauan Hukum Islam
BAB III Pandangan
Para Ulama Kontemporer terhadap Anak Hasil Kloning
A. Pengertian Fiqih
Kontemporee
B. Sebab-Sebab Munculnya Fiqih Kontemporer
C. Pendapat Para Ulama Kontemporer Mengenai Kloning
BAB IV Status Kewarisan dan Perwalian Terhadap Anak Hasil Kloning Menurut Islam dan dan Fiqh Kontemporer.
A. Penalaran Fiqih Sebagai Solusi Atas Persoalan Kontemporer
B.
Status
Perwalian Anak Hasil Kloning baik dari sel darah seorang yang telah meninggal ataupun
dari seorang yang masih hidup.
C.
Sistem Kewarisan Bagi Anak Hasil Kloning baik
dari sel darah seorang yang telah meninggal ataupun dari seorang yang masih
hidup.
D. Pandangan Ulama’ Kontemporer Mengenai Status Kewarisan dan Perwalian Anak Hasil Kloning Serta Ditinjau Dari Hukum Islam
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
[1]
http://dharwanto.blogspot.com/2012/04/kloning-dalam-perspektif-hukum-islam.html
[2] Muhammad
Yusuf, Kematian Medis (Mercy Killing), (Yogyakarta:Teras, 2009), hal
255-256
[3]
http://littlenancyy.blogspot.com/2012/11/anak-hasil-cloning.html
[4] QS. Al-Baqarah
(2): 29
[5] QS. Al-Baqarah
(2): 219
[6] A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih (Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam
Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis), (Jakarta: Kencana 2010), hal
51
[7] QS. An-Najm (53): 45-46
[8] Siti Khofsoh, Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Waris Anak Hasil Kloning, Skripsi, (Surabaya: IAIN
Sunan Ampel, 2009).
[9] Choirul Anam, Kewarisan
Anak Hasil Inseminasi Buatan Dan Akibat Hukum
Terhadap Kewarisan Anaknya, Kajian Antara Hukum Islam Dan Hukum Positif,
Skripsi, (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2010).
[10] Abdul Qadim Zallum, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam,
(Bangil: Daar Al-Izzah 1998), hal 11
[11] Muhammad Yusuf, Kematian Medis (Mercy Killing), (Yogyakarta: 2009),
hal 268-269
[12] Opcit, 24
[13] Muhammad Shahrur, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, (Yogyakarta:
Elsaq Press 2004), 334
[14] QS. An-Nisa’ (4): 12
[15] QS. An-Nisa’ (4): 11
[16] Opcit, 380
[17]http://mufaqqih.multiply.com/journal/item/17?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
[18]Cik Hasan Bisri, Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial,
(Cet. I, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 118.
[19] Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,
(Cet. III, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 6.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar